Maafkan saya yang masih lemah Iman
" bolehkan mbak?".
"beneran deah mbak, kami nggak ngapa-ngapain hanya ngobrol saja".
" mbak.. percaya deah.. kita hanya chat mbak, saling mengingatkan waktu solat. itu saja kak".
" hanya pegang tangan saja kok mbak"
" cuma ngasih obat mbak, kasihan sakit nggak ada yang ngurusin"
" sebentar saja mbak, nganterin makan, dia nggak sempat keluar mbak".
" nggak kok mbak, cuma nyandar bentar doang, sumpah mbak bentar doang"
dan ....
masih banyak kata pembelaan lainya.
saya ...
ya saya ...
hanya mampu terdiam, atau bahkan memilih diam.
tak ada satu katapun yang mampu saya keuarkan. bibir saya keluh, tenggorokan saya mendadak pahit, kidah saya seperti mengajukan diri meminta untuk digigit.
saya...
saya...
jangankan untuk mengeluarkan jawaban "boleh" , "iya", atau "tidak"
sekedar menggelengkan kepala pertanda tidak setuju, atau bahkan mengganggukkan kepala sebagai bentuk persetujuanpun tak mampu saya lakukan.
saya ...
saya ...
jangankan untuk membalas tatapannya, sekedar melihatnya saja saya tak kuasa.
saya...
saya...
hanya mampu mendonggak kankepala, menatap biru, berharap tak sebulirpun bening ini jatuh.
menurunkan pandangan meresap kedalam sanubari sembari memohon ampun dan mengutuk diri sendir yang sedemikian lemah, hanya mampu mengharap hidayah-Nya.
saya ..
saya ...
selalu menjadi rumit dan tersudut jika bertemu dengan situasi ini.
duhai hati maafkan saya
duhai diri maafkan saya
Allahu Rabbi ... ampunkan saya ya Robb.
"beneran deah mbak, kami nggak ngapa-ngapain hanya ngobrol saja".
" mbak.. percaya deah.. kita hanya chat mbak, saling mengingatkan waktu solat. itu saja kak".
" hanya pegang tangan saja kok mbak"
" cuma ngasih obat mbak, kasihan sakit nggak ada yang ngurusin"
" sebentar saja mbak, nganterin makan, dia nggak sempat keluar mbak".
" nggak kok mbak, cuma nyandar bentar doang, sumpah mbak bentar doang"
dan ....
masih banyak kata pembelaan lainya.
saya ...
ya saya ...
hanya mampu terdiam, atau bahkan memilih diam.
tak ada satu katapun yang mampu saya keuarkan. bibir saya keluh, tenggorokan saya mendadak pahit, kidah saya seperti mengajukan diri meminta untuk digigit.
saya...
saya...
jangankan untuk mengeluarkan jawaban "boleh" , "iya", atau "tidak"
sekedar menggelengkan kepala pertanda tidak setuju, atau bahkan mengganggukkan kepala sebagai bentuk persetujuanpun tak mampu saya lakukan.
saya ...
saya ...
jangankan untuk membalas tatapannya, sekedar melihatnya saja saya tak kuasa.
saya...
saya...
hanya mampu mendonggak kankepala, menatap biru, berharap tak sebulirpun bening ini jatuh.
menurunkan pandangan meresap kedalam sanubari sembari memohon ampun dan mengutuk diri sendir yang sedemikian lemah, hanya mampu mengharap hidayah-Nya.
saya ..
saya ...
selalu menjadi rumit dan tersudut jika bertemu dengan situasi ini.
duhai hati maafkan saya
duhai diri maafkan saya
Allahu Rabbi ... ampunkan saya ya Robb.
0 comments